Dokter ungkap perbedaan alergi susu dan intoleransi laktosa pada anak

Alergi susu dan intoleransi laktosa adalah dua kondisi yang sering kali disalahartikan atau dikira sama oleh banyak orang. Namun, sebenarnya keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dokter pun mengungkapkan perbedaan antara kedua kondisi tersebut pada anak.

Alergi susu adalah reaksi tubuh terhadap protein susu sapi, sedangkan intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh untuk mencerna gula susu yang disebut laktosa. Meskipun keduanya berhubungan dengan produk susu, namun penyebab dan gejalanya berbeda.

Dokter menjelaskan bahwa alergi susu umumnya terjadi pada anak-anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang sensitif terhadap protein susu sapi. Gejala alergi susu dapat bervariasi mulai dari ruam kulit, sesak napas, muntah, hingga reaksi anafilaksis yang mengancam nyawa. Alergi susu biasanya bisa terdeteksi melalui tes kulit atau tes darah yang dilakukan oleh dokter.

Sementara itu, intoleransi laktosa terjadi karena tubuh kekurangan enzim laktase yang diperlukan untuk mencerna laktosa. Gejala intoleransi laktosa meliputi perut kembung, diare, mual, dan kram perut setelah mengonsumsi produk susu. Tes hidrogen napas biasanya dilakukan untuk mendiagnosis intoleransi laktosa.

Dokter juga menekankan pentingnya mengetahui perbedaan antara alergi susu dan intoleransi laktosa agar dapat memberikan penanganan yang tepat. Jika anak mengalami gejala yang mencurigakan setelah mengonsumsi produk susu, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.

Selain itu, orangtua juga perlu memperhatikan label produk makanan dan minuman untuk menghindari risiko terpapar alergen susu atau laktosa. Mengganti produk susu dengan alternatif yang sesuai juga bisa menjadi solusi bagi anak yang menderita alergi susu atau intoleransi laktosa.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan antara alergi susu dan intoleransi laktosa, diharapkan orangtua dapat memberikan perawatan yang sesuai dan menjaga kesehatan anak dengan lebih baik. Konsultasikan dengan dokter jika anak mengalami gejala yang mencurigakan untuk mendapatkan penanganan yang tepat.